Memahami Hakikat Nur Muhammad Dengan Benar


Telah banyak perbalahan dan perbantahan sepanjang masa terkait esensi dan eksistensi Nur Muhammad sebagai sebab terpancarnya permulaan kehidupan bagi segala yang baharu.   Ada pendapat mengatakan Nur Muhammad adalah qadim karena ia merupakan Al-qalam Al-a’la (pena tertinggi),  Al-aql Al-awwal (akal utama),  amr Allah (urusan Allah),  Al-ruh,  Al-malak,  Al-ruh Al-Ilahi, dan Al-ruh Al-Quddus dan sebagainya. Sebaliknya juga ada pendapat yang mengatakan ia baharu karena Nur Muhammad adalah diri Nabi Muhammad yang baharu, karena tidak sekali-kali yang baharu menyamai kepada wujud Tuhan yang qadim. Dalam satu riwayat panjang yang banyak ditemukan dalam kitab tasawuf adalah pertanyaan Sayyidina Ali r.a. kepada Rasulullah SAW. "Wahai Rasulullah, mohon dijelaskan apa yang diciptakan Allah sebelum semua makhluk diciptakan?" Rasul menjawab, "Sebelum Allah menciptakan yang lain, terlebih dahulu Ia menciptakan nur nabimu (Nur Muhammad). Waktu itu belum ada lauh Al-mahfuz, pena (qalam), neraka, malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, bintang, jin, dan manusia. Kemudian dengan iradat-Nya, Dia menghendaki adanya ciptaan. Ia membagi Nur itu menjadi empat bagian. Dari bagian pertama, Ia menciptakan qalam, lauh Al-mahfuz, dan Arasy. Ketika Ia menciptakan lauh Al-mahfuz dan qalam, pada qalam itu terdapat seratus simpul. Jarak antar simpul sejauh dua tahun perjalanan. Lalu, Allah memerintahkan qalam menulis dan qalam bertanya, 'Ya Allah, apa yang harus saya tulis?' Allah menjawab, 'Tulis La Ilaha illa Allah, Muhammadan Rasul Allah.' Qalam menjawab, 'Alangkah agung dan indahnya nama itu, ia disebut bersama asma-Mu Yang Maha Suci.' Allah kemudian berkata agar qalam menjaga perilakunya. Menurut Allah, nama tersebut adalah nama kekasih-Nya. Dari nur-Nya, Allah menciptakan Arasy, qalam, dan lauh Al-mahfuz. Jika bukan karena dia, ujar Allah, dirinya tak akan menciptakan apa pun. Saat Allah menyatakan hal itu, qalam terbelah dua karena takutnya kepada Allah”.  

Wahai saudaraku, Adapun Syekhul Akbar Al-Qutub Abu Muhyeddin Ibnu ‘Arabi menjelaskan “Qadimnya Nur Muhammad berada dalam kapasitasnya sebagai ilmu Tuhan dan baharunya ia ketika berwujud makhluk. Namun perlu diingat bahwa konsep keqadiman ada dua macam, yaitu qadim dari segi dzat dan qadim dari segi sesuatu itu masuk ke wilayah ilmu Tuhan. Nur Muhammad masuk kedalam kategori qadim jenis kedua, yaitu bagian dari ilmu Tuhan (qadim Al-hukmi) bukan dalam qadim Al-dzati. Dengan demikian, Nur Muhammad dapat dianggap qadim dalam perspektif qadim Al-hukmi, namun juga dapat dianggap sebagai baharu dalam perspektif qadim Al-dzati”.

Untuk dapat memahami hakikat Nur Muhammad secara benar perlu kiranya meluruskan beberapa hal kedalam spektrum yang benar menurut ruang lingkup pentauhitan kepada Allah SWT sebagai pemilik wujud yang satu dan sebagai pencipta atas segala sesuatu.

Makna Laisa Kamitslihi Syaiun 

Ketahuilah, ketidakserupaan Allah SWT dengan segala yang baharu bukan bemakna tidak serupanya Ia dengan segala makhluk pada zat, sifat dan perbuatan mereka. Kalaulah yang dimaksudkan demikian maka telah bersyarikat Allah SWT pada zat, sifat dan perbuatan, karena telah turut mengakui ada zat, sifat dan perbuatan pada diri makhluk.  Tetapi makna ketidakserupaan Allah SWT dengan segala yang baharu dimaksudkan pada ketidakserupaan status kewujudan daripadaNya untuk menyatakan tiada seumpama zat, sifat dan perbutan Allah SWT dengan apapun. Arti kata tiada seumpama disini tidak dimaksudkan bagi adanya zat, sifat dan perbuatan pada makhluk yang tidak sama dengan zat, sifat dan perbuatan Allah SWT, tetapi arti tidak seumpama yang dimaksudkan adalah tidak dapat ditemui dan diberi contoh akan adanya zat, sifat dan perbuatan yang lain selain zat, sifat dan perbuatan Allah SWT.

Pernyataan Allah SWT atas ketidakserupaan diriNya dengan segala sesuatu adalah dalam rangka pentauhitan/pengesaan kepada zat, sifat dan perbuatanNya. Segala sesuatu yang  berstatus tidak berdiri dengan sendirinya, tidaklah patut baginya disebut memiliki wujud, walaupun pada pandangan lahiriah berwujud. Ketiadaan wujud pada diri makhluk menjadikan ketiadaan sifat-sifat pada dirinya, karena sifat berdiri pada zat yang wajibul wujud.  Allah SWT itu ghaniul mutlak pada zat, sifat dan perbuatan, tidaklah pantas dipersandingkan diriNya yang ada dengan yang tidak ada.

Membandingkan Allah SWT dengan makhluk adalah salah satu hal bodoh yang Allah SWT iradahkan bagi mereka yang belum dima’rifahkan kepadaNya, seperti membandingkan manusia bertangan dan berkaki, Allah SWT tidak bertangan dan tidak berkaki dan sebagainya. Hal tersebut sama saja telah membandingkan Allah SWT dengan wujudNya sendiri, karena hakikat makhluk adalah bagian dari zat Allah yang satu dengan penampakan wujud lahiriah yang berbeda-beda.   Syarat sebuah perbandingan adalah kesetaraan.

Makhluk yang baharu tidak setara dengan Allah SWT yang qadim. Sah tidaknya satu perbandingan apabila dilakukan dengan memenuhi kaedah-kaedah kesetaraan didalamnya, baharu kepada yang baharu, qadim kepada yang qadim. Tanda bagi sesuatu itu baharu adalah  dalam keberadaannya didahului oleh ketiadaan dan diakhiri dengan kesudahan baginya.

Membandingkan makhluk dengan Allah SWT tidaklah pantas di lakukan karena bagaimana mungkin sesuatu yang tanpa wujud diperbandingkan dengan Allah SWT yang berwujud. Sehubungan dengan pembahasan Nur Muhammad, tidak ada wujud yang berdiri sendiri, memancar dan menciptakan segala sesuatu selain Allah SWT. Nur Muhammad sekalipun tidak berdiri dengan sendirinya, ia juga adalah bagian dari wujud Allah SWT, yang hanya dengan iradahnya saja menjadi sebab bagi Allah SWT menciptakan segala yang baharu.

Asal Penciptaan

Wahai saudaraku ketahuilah, bahwa segala yang baharu tidak berasal dan tidak melalui Nur Muhammad di ciptakan. Hubungan Nur Muhammad dengan penciptaan hanya sebagai hubugan sebab akibat saja.  Penisbahan segala yang baharu berasal dari pancaran Nur Muhammad adalah penisbahan kepada sebab Allah SWT mencintai Nur Muhammad, sehingga dengan karenanya berakibat berkehendaknya Allah menciptakan segala sesuatu.

Seperti manusia jika tidak karena kecintaan kepada anak dan istri, tidaklah seorang ayah disibukkan dalam membangun rumah dan membeli kendaraan bagi keluarganya. Sebab membagun rumah dan membeli kendaraan karena adanya keberadaan anak dan istrinya, tetapi bukan dari kuasa mereka semua dapat terbeli melainkan dari usaha sang ayah jua. Anak dan istri hanya sebagai motivasi dan alasan saja mengapa seorang ayah membangun rumah dan membeli mobil, yang pada hakikatnya secara pribadi ia juga memerlukan akan hal tersebut.

Nur Muhammad hanya sebagai sebab bagi Allah SWT dalam menciptakan segala sesuatu. Perkataan bahwa segala yang baharu keluar tercipta dari pancaran Nur Muhammad hanya sebagai sebabnya saja, bukan hakikat sebenar dari lafadz tersebut. Allah SWT menciptakan sebab akibat atas sesuatu karena memang ia menginginkan adanya sebab dan akibat tersebut, bukan karena dipengaruhi oleh sebab yang lain sekalipun Nur Muhammad. Hakikat Nur Muhammad adalah baharu, tidak berdiri dengan sendirinya, tidak  kuasa menciptakan sesuatu yang baharu dan tidak berkehendak selain dengan kehendakNya.

Wahai saudaraku, sebagian besar umat islam meng’itiqadkan bahwa Nur Muhammad adalah hakikat Nabi Muhammad SAW yang baharu, dan sebagian lagi meng’itiqadkan Nur Muhammad adalah qadim karena ia berasal dari cahaya keTuhanan. Nabi Muhammad SAW adalah insan yang utama dan sempurna, pada dirinya terpancar Nur Muhammad yang oleh karenanya Ia disebut sebagai insan yang kamil karena terlihat diri Allah yang paling sempurna pada dirinya.

Berbicara penampakan Allah SWT pada diri makhluk, tidak hanya pada Nabi Muhammad SAW saja, tetapi seluruh makhluk merupakan manifestasi dari penampakan wujud Allah SWT yang sempurna. Karena tidak ada zat, sifat, gerak dan perbuatan selain zat, sifat, gerak dan perbuatan Allah SWT.  Orang awam sering kali beranggapan bahwa wujud Allah SWT itu adalah satu wujud yang terpisah dari wujud makhluk dengan mengambil bentuk dan sifatnya sendiri.

Tidak ada unsur sekecil apapun pada diri makhluk terpisah dan berasal dari dirinya atau dari pihak lain selain Allah SWT.  Apa yang Allah SWT inginkan terhadap makhluk, terlihat di seluruh gerak dan isyarah pada makhluk, hal ini telahpun kami jelaskan sebelumnya dalam Kajian Ma’rifatullah No. 02 tentang Esensi Pengesaan Wujud Allah. Makna makhluk seringkali disalah artikan oleh mereka yang berada di derajat ma’rifah bawah.

Orang awam selalu beranggapan makhluk adalah ciptaan Allah SWT yang secara mandiri terlepas dari Tuhannya dalam kehidupan mereka, tugas Allah SWT hanya menciptakannya saja setelah itu segalanya berpulang kepada diri makhluk. Ini adalah anggapan yang salah, karena mustahil para makhluk secara mandiri dapat berdiri dan hidup jika mereka terlepas dari Allah SWT.

Tidak ada satu unsurpun pada diri makhluk yang dapat berdiri dengan sendirinya. Makna makhluk yang benar adalah merupakan penampakan bagian wujud Allah SWT yang sempurna dengan secara bertahap muncul dan menghilang sesuai dengan kehendakNya. Hakikat Qadim dan Hadits/Baharu adalah Allah SWT jua. Imam Abu Hasan Al-‘Asyari mengatakan “ada wujud Allah SWT diluar zatNya”.

Orang awam sering kali membayangkan bahwa wujud Tuhan itu utuh dan padu seperti utuh dan padu benda tertentu. Pada hal Ahli Ma’rifah sekalipun tidak mengetahui bagaimana hakikat wujud Allah SWT sebenarnya, mereka hanya merasakan dan menyaksikan saja diri mereka merupakan bagian dari wujudNya yang satu, makna satu adalah satu kesatuan, bukan utuh dan padu seperti benda tertentu.

Demikian kajian singkat kami berkenaan dengan Hakikat Nur Muhammad, mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis dan saudaraku sekalian. Semoga saja dengan kehendakNya Allah SWT menjauhkan kita dari mempersekutukan diriNya pada zat , sifat dan perbuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar